Sebab kamu tahu, bahwa kamu telah ditebus dari cara hidupmu yang sia-sia yang kamu warisi dari nenek moyangmu itu bukan dengan barang yang fana, bukan pula dengan perak atau emas, melainkan dengan Darah Yang Mahal, yaitu Darah Kristus yang sama seperti Darah Anak Domba Yang Tak Bernoda dan Tak Bercacat. 1Petrus 1:18-19
Jika Anda bukan penyuka karya seni, mungkin ketika
melihat beberapa lukisan yang dibandrol ratusan bahkan milyaran rupiah untuk
satu lukisan tertentu akan berpikir bahwa harga tersebut tidak pantas. Akan
tetapi bagi penikmat karya seni (lukisan) yang memiliki sudut pandang dari
‘dunia’nya menganggap sebuah kewajaran.
Pada tahun 2017 silam, sebuah lukisan yang dilukis di
atas papan kayu berukuran 46x64cm, dengan judul “Salvator Mundi” berhasil
dilelang di New York dengan harga jika dirupiahkan saat itu bisa mencapai 6
triliun (sumber liputan6.com). Sebuah karya
hanya bisa dipahami dan dihargai mahal oleh mereka yang benar-benar bisa
memahaminya. Bagi kita kaos berlubang-lubang mungkin hanya akan dijadikan keset atau sekedar pembersih untuk mencuci motor/mobil.
Namun bagi beberapa orang, kaos berlubang bisa menjadi
barang bernilai puluhan juta karena ternyata yang melubanginya adalah seekor
gajah. Rupa-rupanya ada sebuah brand yang diciptakan seseorang bahwa seekor
gajah pun bisa membuat sebuah pola seni yang dipandang indah oleh ‘penyuka’
seni tersebut. Sekali lagi kembali kepada siapa yang menilai. Pertanyaannya
sekarang adalah seberapa berharganya nilai Anda? Jika Anda tanyakan kepada musuh Anda maka yang Anda dapatkan adalah nilai nol atau bahkan minus.
Kepada teman-teman dekat Anda pun akan beragam, ada yang
menilai Anda 100 dari skala sejuta, 6 dari skala 10 dan seterusnya. Tentu ini
bukan seperti seorang guru memberi nilai rapor kepada murid-muridnya, tetapi
tentang memberi nilai atas keberadaan kita terhadap dampak sekitar kita. Jika
penilaian kita kembali kepada Sang Pencipta, di hadapan-Nya kita
bernilai dan bermutu tinggi, sehingga hanya nyawa-Nya yang bisa menyepadankan
‘nilai jual’ kita. Jadi mulai sekarang ukuran untuk menilai siapa diri kita
harus berdasarkan ukuran-Nya.
Dan ketika kita menyadarinya, tentu tidak akan
menyia-nyiakan kehidupan yang Dia berikan kepada kita sebagai pribadi yang
spesial di hadapan-Nya. Bagi Dia, kita adalah karya yang paling ‘fenomena’,
sehingga setan pun menjadi ‘cemburu’ terhadap kita dan berusaha merusaknya. Jangan sia-siakan karya-Nya atas diri kita,
berusahalah dengan setia untuk setiap pekerjaan yang saat ini sedang kita
kerjakan supaya bisa menjadi karya yang berdampak mulia bagi Kerajaan-Nya.
Selamat berkarya karena Anda adalah buah hasil karya Agung Sang Pencipta.
Tags:
Story